KANCIL DENGAN MAMERANG
On Tuesday, July 13, 2010
0
komentar
Pada suatu hari , salam di rimba ( sang Kancil ) pergi berjalan-jalan menghirup udara segar untuk mengagumi keindahan alam semesta dan menatap sekalian anak buah di dalam pemerintahanny. Berjumpalah ia suatu lubang tempat Mamerang. Anak mamerang yang jumlahnya tujuh ekor itu keluar dari lubang dan bermain-main dengan asiknya. Salam di Rimba pun datang menghampiri seraya bertanya;” Hai,…..Anak-anak, kemana pergi Mak , Bapakmu ?” Sahut anak Mamerang itu Mak , Bapak Hamba setiap pagi mencari ikan untuk makanan Hamba sekawan ini, pulangnya nati sore Tuan.” Gemeretaklah Gigi salam di Rimba menahan marahnya, ia bergumam,” Kurang ajar! Itulah perilaku mamerang selalu membuat aniaya atas ikan-ikan yang tidak berdosa. Baiklah akan ku balas setimpal perbuatannya.”
Kemudian , Salam di Rimba termenung sejenak. Tiba-tiba terdengarlah bunyi Burung Bubut terlalu banyak bunyinya bersahut-sahutan. Pikir Salam Rimba,” Wah , ini tentu ada bahaya Perang.” Segera ia pun mengambil jurus pencak silat , kakinya diangkat tinggi-tinggi, kemudian dengan geramnya diperdaya anak Mamerang itu dan ketujuh anak mamerang tadi habislah riwayatnya.
Diufuk barat , langit bertanda senjapun tiba. Tampak Mamerang laki-bini pulang ke tempat lubangnya itu. Ia agak heran, mengapa ketujuh anaknya tidak menyambutnya. Maknya memanggil-manggil , namun tak ada jawaban. Setelah masuk apa yang terjadi membuat jantung Mamerang Laki-Bini sekan-akan berhenti. Dilihatnya ketujuh anaknya mati. Setelah kedua laki-bini itu sadar , ia mengenal benar-benar bekas kaki Salam di Rimba dan yakin bahwa pembunuh ketujuh anaknya itu juga Salam di Rimba. Menangislah mereka sejadi-jadinya dan sedih sangat mendalam disertai putus asa.
Maka Mamerang laki-bini bersepakat akan mengadukan peristiwa ini kehadapan Nabi Allah Sulaiman.
Saat itu juga , Nabi Sulaiman bersemayam di atas Tahta singgasana kerajaan di hadapan menteri hulubalang, rakyat, tentara, tak dapat dihitung jumlahnya. Aneka jenis manusia, jin , dan binatang terhampar duduk di tanah lapang menghadap baginda, bermacam – macam masalah dikemukakan semuanya dapat diatasi berkat kebijaksanaan nabi Allah Sulaiman. Mamerang laki-bini pun sudah menghadap dengan menyembah ia bersuara lantang,” Daulat Tuanku , apaun Tuanku , sembah patik harap diampuni , diri hamba mohon pengadilan seadil-adilnya.”
“Atas perbutan Perdana Menteri Tuanku , Salam di Rimba , beliau telah tega membunuh ketujuh anak Patik hamba yang tidak berdosa ketika patik hamba pergi mencari makan dengan istri hamba.”
Setelah didengar oleh Nabi Allah Sulaiman akan aduan Mamerang itu, beliau termenung seketika kedua Mamerang itu, beliau termenung seketika heran akan perilaku menterinya Salam di Rimba Mungkinkah dia berbuat sewenang-wenang kepada sesame hidup ? Kemudian , Sri Baginda bertitah kepada Belatuk untuk memanggil Salam di Rimba.
Tidak selang bebebrapa lama semua hadirin dikejutkan oleh kedatangan Salam di Rimba dengan langkah pelan-pelan, tegap tetapi pasti tanpa rasa takut sedikit juga terhadap nabi Allah Sulaiman, inilah yang membuat semua yang hadir heran. Segera Salam di Rimba menyampaikan salam penuh hormat. Sri Baginda Sri Baginda bersabda,” Hai menteriku , Andaku Panggil sebab ada masalah yang sangat penting, berdasar aduan mamerang laki-bini , mengapa Anda berbuat sewenang-wenang dan telah tega membunuh ketujuh anak Mamerang yang tidak berdosa ? Anda telah menganiayanya dan Anda diancam hukuman mati bila tidak mempunyai alasan yang tepat.”
Salam Di Rimba mendengarkan dengan penuh perhatian segera berlutut menyembah seraya berkata ,” Ya Sri Baginda patik mohon ampun beribu-ribu ampun. Perkenankanlah diri hamba menghaturkan sebab-sebab ketujuh anak Mamerang itu mati. Tuanku , ketika itu. Patik berjalan-jalan menghirup udara segar untuk mengagumi keindahan alam semesta dan memeriksa segenap rakyat hamba. Sampailah patik ke tempat Mamerang dan patik lihat anak-anaknya sedang bermain , patik tanyakan kemana mamak – bapanya , anaknya sahut-menyahut, sang menteri , mak-bapa hamba mencari ikan untuk makanan hamba sekalian ini. Tiba – tiba patik mendengar bubut-bubut memalu gendang perang berahut- sahutan. Patik berpikir, musuh dari Negara manakah yang telah melanggar kota isatana Sri Baginda; kemudian patik mengambil jurus-jurus silat untuk bersiap-siap nginjak sana nginjak sini , hantam kanan hamtam kiri. Tanpa patik sadari ketujuh anak Mamerang tadi mati, karena perbuatan patik. “ setelah didengar baginda akan sembah Salam di Rimba segera Nabi Allah Sulaiman menitahkan burung Belatuk memamnggil sang Bubut-bubut. Sebentar saja sang Bubut-bubut menghadap dan menyembah takzim. Sabda baginda ,” Hai sang Bubut-Bubut , benarkah engkau memalu gendang perang tiada perintahku ? apa sebabnya atas perbuatanmu itu ? Salam Di Rimba telah membunuh ketujuh anak mamerang yag tiada berdosa. Sang Bubut-Bubut dengan gemetaran menghaturkan sembah sambil berkata ,” Ampun , Tuanku sebab patik lihat adik Biawak membawa pedang terhunus berlari ke sana-kemari. Patik pikir tentu istana paduka Sri Baginda dilanggar musuh. Untuk itulah patik segera memalu gendang perang supaya semua rakyat bersiap siaga.” Sri Baginda menyuruh Belatuk untuk memanggil Biawak. Seketika itu , sang Biawak pun menghadap menghaturkan sembah. Sri Baginda bersabda pula,” Hai sang Biawak sebab engkau kupanggil karena ada aduan dari Mamerang anaknya mati dinjak-injak oleh Salam di Rimba. Salam di Rimba meminjak anak mamerang itu sebab sang Bubut-Bubut memalu gendang perang.
Sebab Bubut-Bubut memalu gendering perang itu oleh karena engkau membawa pedang terhunus . benarkah telah ada musuh datang?” Sang Biawak telah mendengar semua sabda Sri Baginda kemudian menjawab sambil menyembah ,” Ampun , sang Alam, Beribu-ribu ampun , adapun patik membawa pedang terhunus itu disebabkan patik melihat adik Labi-Labi ( Kura –Kura hilir mudik selalu memabawa perisai , patik pun segera mendekati dengan membawa pedang terhunus, perkiraan hamba tetulah musuh besar mulai bergerak ke negeri ini .” Lho kalau begitu si Labi-labi yang salah” gumam Sri Baginda , selanjutnya ,” Hai , Belatuk , panggil segera Labi-Labi kemari. “
“ Burung pelatuk segera terbang. Dalam waktu sekejab, sudah bersama dengan Labi-Labi menghadap Raja. Nabi Allah Sulaiman bersabda ,”hai Sang Labi-labi sebab kau ku panggil ada masalah yang Gawat atas dasar aduan Si Mamerang kepadaku, anaknya mati di pijak Salam di Rimba karaena mendengar sang Bubut-bubut memalu Gendang Perang karena ia melihat sang Biawak memabawa Pedang Terhunus , dan engkau kemudian membawa perisai itu, musuh mana yang akan datang menyerang negeri kita ?” Labi-Labipun menjawab dengan rasa ketakutan, “ Ampun Tuanku , beribu-ribu ampun, sebab patik hilir mudik membawa perisai itu patil lihat saudaraku berates-ratus , bahkan beribu-ribu kunang membawa obor di malam hari. Patik berpikir , tentu Sri Baginda kedatangan musuh yang besar, patik pun bersiap-siap dengan perisai patik”
Telah di dengar Nabi Allah Sulaiman , beliau segera menyuruh Burung Belatuk memanggil Kunang-kunang Belatuk segera terbang. Kunang-Kunang pun segera menghadap. Titah baginda , “ Hai Kunang-Kunang benarkah kau lihat hilir mudik membawa beribu-ribu obor ? Musuh yang mana yang akana datang?” Kunang-Kunang menjawab Takzim ,” Ampun beribu ampun Baginda , patik membawa Obor sebab patik lihat adik Udang bersama-sama membawa Tombak Canggah hilir mudik. Pikiran patik tentulah Yang Mulia Raja kedatangan musuh besar itu Kunyalakan obor bersama-sama teman patik.”
“Belatuk , panggil segera Udang.” Titah Sri Baginda. Sang Udang segera menghadap. Sabda Baginda ,” Hai , sang Udang , benarkah engkau hilir mudik membawa tombak bercanggah ? Musuh mana yang akan datang ? Segera sang Udang Menyembah,” Ampun beribu ampun Sri Baginda , Patik membawa tombak bercanggah sebab patik menanggung susah dan saudaraku Ketam pun selalu menangis , berlinang air matanya kemungkinan negerinya tudak aman, untuk itu patik selalu waspada .”
Setelah Nabi Sulaiman mendengar laporan dari dari sang Udang , segera Belatuk diperintah untuk memanggil Sang Sebarau dan Ketam. Mujur bagi Belatuk sebab ia bertemu ditengah jalan, kata Belatuk,” Hai Sebarau dan Ketam sahabatku , Nabi Allah Sulaiman memanggil Tuan Hamba , marilah segera kita bertiga menghadap. Jawab sang Sebarau dan ketam bersahut-sahutan , “ Sahabatku , Burung Belatuk , sebenarnya akupun akan menghadap juga.” Tak berapa lama sampailah ,” Hai Ketam dan engkau Sebarau , sebab engkau berdua kami panggil kesini berdasarkan pengaduan Mamerang atas Salam di Rimba di konon anaknya mati diinjak-injak Salam di Rimba.
Sebab Salam di Rimba menginjak-nginjak anak mamerang itu karena sang Bubut-Bubut memalu gendang perang karena ia melihat sang Biawak membawa pedang terhunus karena melihat Labi-Labi kemana-mana membawa Perisai karena ia melihat beribu-ribu Kunang-Kunang membawa Obor karena melihat Udang membawa Tombak bercanggah dan mengapa sang udang membawa tombak bercanggah karena ia melihat engkau berikat pinggang melengkung dan Ketam selalu menangis layaknya rupa orang di dalam kesusahan. Kalau memang benar , apakah kesusahanmu berdua, ? adakah musuh besar aniaya terhdapmu?”
Setelah mendengar Sabda Sang Parabu, sang Sebarau dan Ketam pun menyembah,” Oh , Tuanku ampun, sembah sujud patik selalu patik sampaikan ke hadapan duli Sri Baginda , sebenarnya sudah lama patik merasa takut , hidup tidak aman sebab keluarga patik dan rakyat adikku Ketam selalu di aniaya oleh Mamerang sehingga rakyat Patik dan tentara patik tinggal separo, sebab tiap hari dimakannya dan untuk ketujuh anak Mamerang.
Maka inilah yang selalu menajdi kesusahan patik berdua dan ini saksi hidup adik Udang atas polah tingkah si Mamerang. Tiap hari hanya membunuh , ya membunuh rakyat patik. Maka patik mohon pengadilan yang seadil-adilnya,”
“ Setelah Sri Baginda mendengarkan laporan sang Sebarau dan Ketam , Sri Baginda bertitah kepada Mamerang dengan nada yang murka,” Hai , Mamerang , benarkah tingkahmu laki-bini selalu membuat aniaya atas rakyat Sebarau dan Rakyat Ketam ? Mamerang menghaturkan sembah sambil berkata Gemetaran ,” Oh , Sri Baginda Patik MOhon Ampun Beribu – ribu ampun , apa yang dikatakan Sebarau dan Ketam itu semua benar adanya dan patik berdua mengakui segala perbuatan patik. Patik sanggup menerima semua akibat dan hukuman apa yang diberikan Oleh Sri Baginda , tetapi sekali lagi patik mohon ampun,”
Kemudian , Sri Baginda Bersabda “ Hai , Salam diRimba kemenangan dipihakmu. Perbuatanmu sungguh-sungguh bijaksana dan engkau tidaklah salah, ketujuh anak Mamerang mati sebagai penebus dosa mak bapanya.”
Kemudian , Salam di Rimba termenung sejenak. Tiba-tiba terdengarlah bunyi Burung Bubut terlalu banyak bunyinya bersahut-sahutan. Pikir Salam Rimba,” Wah , ini tentu ada bahaya Perang.” Segera ia pun mengambil jurus pencak silat , kakinya diangkat tinggi-tinggi, kemudian dengan geramnya diperdaya anak Mamerang itu dan ketujuh anak mamerang tadi habislah riwayatnya.
Diufuk barat , langit bertanda senjapun tiba. Tampak Mamerang laki-bini pulang ke tempat lubangnya itu. Ia agak heran, mengapa ketujuh anaknya tidak menyambutnya. Maknya memanggil-manggil , namun tak ada jawaban. Setelah masuk apa yang terjadi membuat jantung Mamerang Laki-Bini sekan-akan berhenti. Dilihatnya ketujuh anaknya mati. Setelah kedua laki-bini itu sadar , ia mengenal benar-benar bekas kaki Salam di Rimba dan yakin bahwa pembunuh ketujuh anaknya itu juga Salam di Rimba. Menangislah mereka sejadi-jadinya dan sedih sangat mendalam disertai putus asa.
Maka Mamerang laki-bini bersepakat akan mengadukan peristiwa ini kehadapan Nabi Allah Sulaiman.
Saat itu juga , Nabi Sulaiman bersemayam di atas Tahta singgasana kerajaan di hadapan menteri hulubalang, rakyat, tentara, tak dapat dihitung jumlahnya. Aneka jenis manusia, jin , dan binatang terhampar duduk di tanah lapang menghadap baginda, bermacam – macam masalah dikemukakan semuanya dapat diatasi berkat kebijaksanaan nabi Allah Sulaiman. Mamerang laki-bini pun sudah menghadap dengan menyembah ia bersuara lantang,” Daulat Tuanku , apaun Tuanku , sembah patik harap diampuni , diri hamba mohon pengadilan seadil-adilnya.”
“Atas perbutan Perdana Menteri Tuanku , Salam di Rimba , beliau telah tega membunuh ketujuh anak Patik hamba yang tidak berdosa ketika patik hamba pergi mencari makan dengan istri hamba.”
Setelah didengar oleh Nabi Allah Sulaiman akan aduan Mamerang itu, beliau termenung seketika kedua Mamerang itu, beliau termenung seketika heran akan perilaku menterinya Salam di Rimba Mungkinkah dia berbuat sewenang-wenang kepada sesame hidup ? Kemudian , Sri Baginda bertitah kepada Belatuk untuk memanggil Salam di Rimba.
Tidak selang bebebrapa lama semua hadirin dikejutkan oleh kedatangan Salam di Rimba dengan langkah pelan-pelan, tegap tetapi pasti tanpa rasa takut sedikit juga terhadap nabi Allah Sulaiman, inilah yang membuat semua yang hadir heran. Segera Salam di Rimba menyampaikan salam penuh hormat. Sri Baginda Sri Baginda bersabda,” Hai menteriku , Andaku Panggil sebab ada masalah yang sangat penting, berdasar aduan mamerang laki-bini , mengapa Anda berbuat sewenang-wenang dan telah tega membunuh ketujuh anak Mamerang yang tidak berdosa ? Anda telah menganiayanya dan Anda diancam hukuman mati bila tidak mempunyai alasan yang tepat.”
Salam Di Rimba mendengarkan dengan penuh perhatian segera berlutut menyembah seraya berkata ,” Ya Sri Baginda patik mohon ampun beribu-ribu ampun. Perkenankanlah diri hamba menghaturkan sebab-sebab ketujuh anak Mamerang itu mati. Tuanku , ketika itu. Patik berjalan-jalan menghirup udara segar untuk mengagumi keindahan alam semesta dan memeriksa segenap rakyat hamba. Sampailah patik ke tempat Mamerang dan patik lihat anak-anaknya sedang bermain , patik tanyakan kemana mamak – bapanya , anaknya sahut-menyahut, sang menteri , mak-bapa hamba mencari ikan untuk makanan hamba sekalian ini. Tiba – tiba patik mendengar bubut-bubut memalu gendang perang berahut- sahutan. Patik berpikir, musuh dari Negara manakah yang telah melanggar kota isatana Sri Baginda; kemudian patik mengambil jurus-jurus silat untuk bersiap-siap nginjak sana nginjak sini , hantam kanan hamtam kiri. Tanpa patik sadari ketujuh anak Mamerang tadi mati, karena perbuatan patik. “ setelah didengar baginda akan sembah Salam di Rimba segera Nabi Allah Sulaiman menitahkan burung Belatuk memamnggil sang Bubut-bubut. Sebentar saja sang Bubut-bubut menghadap dan menyembah takzim. Sabda baginda ,” Hai sang Bubut-Bubut , benarkah engkau memalu gendang perang tiada perintahku ? apa sebabnya atas perbuatanmu itu ? Salam Di Rimba telah membunuh ketujuh anak mamerang yag tiada berdosa. Sang Bubut-Bubut dengan gemetaran menghaturkan sembah sambil berkata ,” Ampun , Tuanku sebab patik lihat adik Biawak membawa pedang terhunus berlari ke sana-kemari. Patik pikir tentu istana paduka Sri Baginda dilanggar musuh. Untuk itulah patik segera memalu gendang perang supaya semua rakyat bersiap siaga.” Sri Baginda menyuruh Belatuk untuk memanggil Biawak. Seketika itu , sang Biawak pun menghadap menghaturkan sembah. Sri Baginda bersabda pula,” Hai sang Biawak sebab engkau kupanggil karena ada aduan dari Mamerang anaknya mati dinjak-injak oleh Salam di Rimba. Salam di Rimba meminjak anak mamerang itu sebab sang Bubut-Bubut memalu gendang perang.
Sebab Bubut-Bubut memalu gendering perang itu oleh karena engkau membawa pedang terhunus . benarkah telah ada musuh datang?” Sang Biawak telah mendengar semua sabda Sri Baginda kemudian menjawab sambil menyembah ,” Ampun , sang Alam, Beribu-ribu ampun , adapun patik membawa pedang terhunus itu disebabkan patik melihat adik Labi-Labi ( Kura –Kura hilir mudik selalu memabawa perisai , patik pun segera mendekati dengan membawa pedang terhunus, perkiraan hamba tetulah musuh besar mulai bergerak ke negeri ini .” Lho kalau begitu si Labi-labi yang salah” gumam Sri Baginda , selanjutnya ,” Hai , Belatuk , panggil segera Labi-Labi kemari. “
“ Burung pelatuk segera terbang. Dalam waktu sekejab, sudah bersama dengan Labi-Labi menghadap Raja. Nabi Allah Sulaiman bersabda ,”hai Sang Labi-labi sebab kau ku panggil ada masalah yang Gawat atas dasar aduan Si Mamerang kepadaku, anaknya mati di pijak Salam di Rimba karaena mendengar sang Bubut-bubut memalu Gendang Perang karena ia melihat sang Biawak memabawa Pedang Terhunus , dan engkau kemudian membawa perisai itu, musuh mana yang akan datang menyerang negeri kita ?” Labi-Labipun menjawab dengan rasa ketakutan, “ Ampun Tuanku , beribu-ribu ampun, sebab patik hilir mudik membawa perisai itu patil lihat saudaraku berates-ratus , bahkan beribu-ribu kunang membawa obor di malam hari. Patik berpikir , tentu Sri Baginda kedatangan musuh yang besar, patik pun bersiap-siap dengan perisai patik”
Telah di dengar Nabi Allah Sulaiman , beliau segera menyuruh Burung Belatuk memanggil Kunang-kunang Belatuk segera terbang. Kunang-Kunang pun segera menghadap. Titah baginda , “ Hai Kunang-Kunang benarkah kau lihat hilir mudik membawa beribu-ribu obor ? Musuh yang mana yang akana datang?” Kunang-Kunang menjawab Takzim ,” Ampun beribu ampun Baginda , patik membawa Obor sebab patik lihat adik Udang bersama-sama membawa Tombak Canggah hilir mudik. Pikiran patik tentulah Yang Mulia Raja kedatangan musuh besar itu Kunyalakan obor bersama-sama teman patik.”
“Belatuk , panggil segera Udang.” Titah Sri Baginda. Sang Udang segera menghadap. Sabda Baginda ,” Hai , sang Udang , benarkah engkau hilir mudik membawa tombak bercanggah ? Musuh mana yang akan datang ? Segera sang Udang Menyembah,” Ampun beribu ampun Sri Baginda , Patik membawa tombak bercanggah sebab patik menanggung susah dan saudaraku Ketam pun selalu menangis , berlinang air matanya kemungkinan negerinya tudak aman, untuk itu patik selalu waspada .”
Setelah Nabi Sulaiman mendengar laporan dari dari sang Udang , segera Belatuk diperintah untuk memanggil Sang Sebarau dan Ketam. Mujur bagi Belatuk sebab ia bertemu ditengah jalan, kata Belatuk,” Hai Sebarau dan Ketam sahabatku , Nabi Allah Sulaiman memanggil Tuan Hamba , marilah segera kita bertiga menghadap. Jawab sang Sebarau dan ketam bersahut-sahutan , “ Sahabatku , Burung Belatuk , sebenarnya akupun akan menghadap juga.” Tak berapa lama sampailah ,” Hai Ketam dan engkau Sebarau , sebab engkau berdua kami panggil kesini berdasarkan pengaduan Mamerang atas Salam di Rimba di konon anaknya mati diinjak-injak Salam di Rimba.
Sebab Salam di Rimba menginjak-nginjak anak mamerang itu karena sang Bubut-Bubut memalu gendang perang karena ia melihat sang Biawak membawa pedang terhunus karena melihat Labi-Labi kemana-mana membawa Perisai karena ia melihat beribu-ribu Kunang-Kunang membawa Obor karena melihat Udang membawa Tombak bercanggah dan mengapa sang udang membawa tombak bercanggah karena ia melihat engkau berikat pinggang melengkung dan Ketam selalu menangis layaknya rupa orang di dalam kesusahan. Kalau memang benar , apakah kesusahanmu berdua, ? adakah musuh besar aniaya terhdapmu?”
Setelah mendengar Sabda Sang Parabu, sang Sebarau dan Ketam pun menyembah,” Oh , Tuanku ampun, sembah sujud patik selalu patik sampaikan ke hadapan duli Sri Baginda , sebenarnya sudah lama patik merasa takut , hidup tidak aman sebab keluarga patik dan rakyat adikku Ketam selalu di aniaya oleh Mamerang sehingga rakyat Patik dan tentara patik tinggal separo, sebab tiap hari dimakannya dan untuk ketujuh anak Mamerang.
Maka inilah yang selalu menajdi kesusahan patik berdua dan ini saksi hidup adik Udang atas polah tingkah si Mamerang. Tiap hari hanya membunuh , ya membunuh rakyat patik. Maka patik mohon pengadilan yang seadil-adilnya,”
“ Setelah Sri Baginda mendengarkan laporan sang Sebarau dan Ketam , Sri Baginda bertitah kepada Mamerang dengan nada yang murka,” Hai , Mamerang , benarkah tingkahmu laki-bini selalu membuat aniaya atas rakyat Sebarau dan Rakyat Ketam ? Mamerang menghaturkan sembah sambil berkata Gemetaran ,” Oh , Sri Baginda Patik MOhon Ampun Beribu – ribu ampun , apa yang dikatakan Sebarau dan Ketam itu semua benar adanya dan patik berdua mengakui segala perbuatan patik. Patik sanggup menerima semua akibat dan hukuman apa yang diberikan Oleh Sri Baginda , tetapi sekali lagi patik mohon ampun,”
Kemudian , Sri Baginda Bersabda “ Hai , Salam diRimba kemenangan dipihakmu. Perbuatanmu sungguh-sungguh bijaksana dan engkau tidaklah salah, ketujuh anak Mamerang mati sebagai penebus dosa mak bapanya.”
sumber: Perintis sastra C.HOOykaas